Mahatma Gandhi pernah mengatakan bahwa ada tujuh hal yang
menghancurkan kita. Ke semuanya berkaitan dengan kondisi sosial dan
politik. Obat penangkal dari setiap “dosa besar” ini adalah suatu
standar eksternal yang eksplisit atau sesuatu yang berdasarkan pada
prinsip dan hukum alam, bukanpada nilai-nilai sosial.
1–Kekayaan tanpa kerja.
Ini mengacu pada praktek mendapatkan sesuatu tanpa modal atau usaha,
hanya memanipulasi pasar, aset, orang dan barang, sehingga anda tidak
harus bekerja atau menghasilkan nilai tambah. Sekarang banyak profesi
yang berkenaan dengan menumpuk kekayaan tanpa bekerja, mengumpulkan
banyak uang tanpa membayar pajak, mengambil keuntungan dari dana-dana
pemerintah tanpa menanggung bagian beban keuangan yang wajar, dan
menikmati semua keuntungan dari status suatu warga negara dan
keanggotaan suatu badan hukum tanpa mau memikul resiko atau tanggung
jawab apa pun. Ini semua didasarkan pada suatu rencana cepat kaya atau
spekulasi yang menjanjikan pelakunya dengan iming-iming, “Anda tidak
perlu bekerja untuk menjadi kaya.” Motif emosional yang utama adalah
ketamakan.
Tingkah laku dan norma-norma sosial yang demikian akan menimbulkan
distorsi. Bagaimanapun apabila anda menjauhi hukum alam, maka cara
penilaian anda akan terpengaruh secara negatif. Anda akan mendapatkan
ide-ide yang menyimpang. Sering kita ketahui banyak eksekutif yang
menceritakan bagaimana mereka meninggalkan hukum dan prinsip-prinsip
alam itu selama beberapa waktu, lalu mulai secara berlebihan membangun,
meminjam uang dan berspekulasi tanpa benar-benar membaca arus atau
memperoleh umpan balik yang obyektif. Kini mereka menanggung hutang
besar. Mungkin mereka harus bekerja keras hanya untuk bertahan hidup.
Kembalilah ke hal-hal dasar. Tangan kembali ke bajak. Tak perlu ragu
untuk bersikap konservatif, berpegang teguh pada hal-hal yang mendasar,
dan lebih suka tetap kecil namun terbebas dari hutang.
2–Kenikmatan tanpa suara hati.
Pertanyaan utama dari orang yang belum matang, egois, dan suka
kenikmatan adalah, “Apa manfaatnya bagi saya? Apakah ini akan
menyenangkan saya? Apakah ini akan memudahkan saya?” Banyak orang
mendambakan kenikmatan namun mengabaikan suara hati dan tanggung jawab,
bahkan mereka melupakan atau meninggalkan sama sekali keluarganya dengan
alasan mengerjakan urusan mereka sendiri. Mereka menganggapnya sebagai
bentuk kemandirian. Tetapi kemandirian bukan keadaan yang paling dewasa,
hanya sebuah posisi di tengah jalan menuju kondisi kesalingtergantungan
- kondisi yang paling maju dan matang.
Kenikmatan tanpa suara hati merupakan salah satu godaan bagi para
eksekutif saat kini. Banyak orang menganggap dirinya telah sukses lalu
merasa bebas untuk melakukan apa yang diinginkannya. Mereka mencari
kenikmatan. Padahal
kenikmatan tanpa suara hati hanya menimbulkan luka dan sakit hati bagi orang-orang lain.
Suara hati adalah tempat bersemayamnya kebenaran dan prinsip-prinsip
abadi monitor internal hukum alam. Belajarlah untuk memberi dan
menerima, tidak hidup egois, peka, penuh perhatian.Jika tidak, maka
tidak akan ada rasa tanggung jawab sosial dalam kegiatan-kegiatan
kenikmatan kita.
3–Pengetahuan tanpa karakter.
Bagaimanapun berbahayanya pengetahuan yang sempit, jauh masih lebih
berbahaya pengetahuan tanpa karakter yang kuat dan berprinsip.
Perkembangan intelektual yang murni tanpa perkembangan karakter internal
yang sepada sama halnya dengan menyerahkan mobil sport bertenaga tinggi
ke tangan remaja yang kecanduan obat bius. Sayangnya ada saja orang
yang tak suka dengan pendidikan karakter, karena mereka menganggap, “Itu
adalah urusan sistem nilai anda.” Tetapi anda bisa mendapatkan
seperangkat nilai umum yang disetujui semua orang, bahwa kebaikan,
keadilan, martabat, sumbangsih, dan integritas adalah patut untuk
dipertahankan. Tak seorang pun akan menentang anda dalam hal ini. Jadi,
marilah memulai dengan nilai-nilai yang tidak dapat dipertentangkan
kemudian memasukkan nilai-nilai itu ke dalam sistem pendidikan,
pelatihan dan pengembangan perusahaan kita. Marilah mencapai
keseimbangan yang lebih baik antara perkembangan karakter dan
intelektual.
4–Bisnis tanpa moralitas (etika).
Adam Smith, dalam bukunya Moral Sentiments, menjelaskan betapa
mendasarnya dasar moral bagi keberhasilan sistem ekonomi; yaitu
bagaimana kita saling memperlakukan satu sama lain, semangat untuk
berbuat baik, melayani, memberi bantuan. Apabila kita mengabaikan dan
membiarkan sistem ekonomi berjalan tanpa dasar moral serta tanpa
pendidikan berkelanjutan, kita akan segera membentuk masyarakat dan
bisnis yang tidak bermoral, kalau bukan asusila.
Bagi Adam Smith, setiap transaksi bisnis merupakan tantangan moral agar
kedua belah pihak memperoleh hasil yang adil. Keadilan dan kemauan baik
dalam bisnis adalah tiang penyangga sistem perdagangan bebas yang
disebut kapitalisme. Sistem ekonomi kita merupakan hasil dari demokrasi
konstitusional dengan pemenuhan hak-hak minoritas juga. Semangat
menang-menang adalah semangat moralitas, semangat saling menguntungkan,
semangat keadilan bagi semua yang terlibat.
5–Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan.
Apabila ilmu pengetahuan semuanya menjadi teknik dan teknologi, ilmu
pengetahuan dengan cepat akan merosot menjadi manusia melawan
kemanusiaan. Teknologi berasal dari paradigma ilmu pengetahuan. Jika
hanya sedikit sekali tujuan kemanusiaan yang ingin dicapai oleh
teknologi, maka kita akan menjadi korban teknologi kita sendiri.
Bagaimana pun teknologi harus bersandar pada dinding yang benar; yaitu
kemanusiaan. Bila tidak, maka evolusi atau bahkan revolusi dalam ilmu
pengetahuan takkan atau sedikit sekali membawa pada kemajuan manusia
yang nyata dan berharga.
Satu-satunya hal yang belum berevolusi adalah hukum dan prinsip-prinsip
alam, misal, sebelah utara pada kompas tak pernah berubah. Ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mengubah wajah hampir semua yang lain.
Tetapi hal yang mendasar masih tetap berlaku seiring dengan berlalunya
waktu.
6–Agama tanpa pengorbanan.
Tanpa pengorbanan kita mungkin aktif dalam kelompok agama namun tidak
hidup beriman. Kelompok agama hanyalah tirai sosial agama belaka. Tidak
ada kerja sama nyata dengan orang-orang, atau berusaha lebih keras lagi,
atau mencoba memecahkan masalah-masalah sosial kita. Melayani kebutuhan
orang lain memerlukan pengorbanan, setidaknya pengorbanan kesombongan
dan prasangka diri kita sendiri.
Jika sebuah agama hanya dilihat sebagai suatu sistem hierarki biasa,
pemeluknya tidak akan mempunyai semangat pelayanan atau semangat ibadah
yang mendalam. Sebaliknya mereka akan memusatkan perhatian pada ritual
lahiriyah dan semua bentuk-bentuk luar agama yang bisa dilihat. Namun,
mereka bukan orang-orang yang berpusat pada Tuhan atau prinsip.
Pemimpin-pemimpin tangguh yang bersemangat pengabdian tinggi memiliki
kerendahan hati. Dan, ini adalah tanda-tanda orang yang benar-benar
beriman. Ada banyak CEO yang merupakan pemimpin abdi yang rendah hati,
yang mengorbankan kebanggaan dan membagi kekuasaan mereka. Mereka
memiliki pengaruh baik di dalam dan di luar perusahaan. Sedihnya banyak
orang menginginkan “agama” atau paling tidak berpenampilan beragama
tanpa mau melakukan pengorbanan apa pun. Mereka menginginkan
spiritualitas yang besar namun tak mau berpuasa sedikit pun atau
diam-diam memberikan pelayanan.
7–Politik tanpa prinsip.
Anda lihat banyak politisi menghabiskan banyak uang untuk membangun
citra, meskipun citra itu dangkal, tiada isi, hanya untuk memperoleh
suara dan jabatan. Bila ini terjadi, maka sistem politik akan bekerja
terlepas dari hukum-hukum alam. Padahal Deklarasi Kemerdekaan Amerika
Serikat menulis, “Kami percaya kebenaran-kebenaran ini dengan
sendirinya, bahwa Manusia diciptakan stara, bahwa mereka diberkati oleh
Pencipta dengan Hak-hak tertentu yang melekat pada diirnya, antara lain
hak akan kehidupan, kemerdekaan, dan pencarian kebahagiaan.”
Kunci bagi masyarakat yang sehat adalah menciptakan kemauan sosial,
sistem nilai, selaras degan prinsip-prinsip yang benar. Apabila tak ada
prinsip, tidak ada yang bisa anda jadikan tempat bergantung. Prinsip
adalah kompas penunjuk arah utara yang sejati. dan indikator bagi
landasan tempat kita membangun sistem nilai. Dan, keduanya berjalan
selaras.
Adalah ironi, bila banyak perusahaan mencanangkan pernyataan misi yang
agung, tetapi di jalan raya orang ditodong di siang bolong, atau banyak
orang yang dirampas harga diri, uang, dan jabatannya tanpa melalui
proses yang semestinya.
Dalam film The Ten Commandements, Nabi Musa berkata pada Firaun, “Kami
harus dipimpin oleh hukum Allah, tidak olehmu.” Sesungguhnya ia berkata,
“Kami tidak akan diperintah oleh seseorang kecuali jika orang itu
merupakan penjelmaan hukum.
” Di dalam masyarakat dan organisasi-organisasi yang terbaik, hukum alam
dan prinsip-prinsip berlaku - inilah konstitusi - dan bahkan
orang-orang puncak harus tunduk pada prinsip-prinsip itu. pun lebih
tinggi dari hukum.
(diringkas dari Principle Centered Leadership, Stephen R. Covey)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p:
Posting Komentar